22
menyesatkan. Lagi pula tidak akan menemukan kesenangan. Di mana ada peraturan yang engkau ketahui,
4. bercakap-cakap dengan Ida Hyang, sambil buang air besar. Benar lah bahwa kelahiranmu dari tanah yang dikepal-kepal." Menyahut manusia," Hai, engkau bunglon sungguh pedas kata-katamu, sampai menyebul asat kelahiranku. Sungguh engkau tidak berlaku
14a 1. sopan, berpura-pura tabu segala peraturan. Tidaklah tahu bahwa
kau termasuk golongan binatang merayap, suka makan kotoran,
bersifat iri hati, berlagak mulia; bukanlah senyatanya Hyang
Bhatara tidak tersinggung padaku." Menyahut
2. Ki Bunglon, melotot matanya merah, seperti mengeluarkan me
nyala-nyala, sambil berkata," Hai, karena kau manusia dungu,
mudah-mudahan engkau tidak menemukan hasil, menjadi manusia
jelek, berpikiran hina. Semoga jadi manusia dusun,
3. sampai kelak kemudian hari. Kesalahanmu merendahkan derajat
Dewa. Karena tidak dapat dipertahankan, tidak bersifat brahmana.
Lalu si Bunglon seolah-olah menghibur Bhatara, mohon belas
kasihan Bhatara. Seketika itu paduka
4. Bhatara memanggil semua manusia. Setelah mereka datang lalu disuruh membelalakkan matanya .memandang Bhatara. Lalu digores mata manusia itu dengan kapur, di-
b. 1. sertai dengan ucapan," Moga-mogalah, karena kamu manusia
durhaka kepadaku, tidak dapat lagi melihat para dewa-dewa sampai kelak kemudian hari. Adapun sebabnya adalah karena kamu berkata-kata sambil berak.
2. Demikianlah kutukanku, supaya diwarisi oleh keturunanmu, sampai kelak kemudian hari. Namun ada pemberianku padamu, manusia semuanya, kalau kamu ingin berjumpa dengan aku
3. barulah tercapai setelah mati; itu berarti kamu hanya mampu melihatku secara niskala." Begitulah pesan Bhatara Hyang Parama
Wisesa, semua manusia mengikutinya (mematuhinya), disertai
sembah sujud; lalu mereka kembali pulang
4. sambil menangis, menyesal atas perbuatannya. Begitulah asal
mulanya manusia tidak dapat lagi melihat para Dewa-Dewa.
15. 1. Tersebutlah manusia pada waktu dalam perjalanan, berjumpa lagi
dengan Bunglon, segera manusia berkata, "Hei engkau Bunglon,