Catur Yuga (Balai Bahasa Prov. Bali)
manuskrip lontar ring Bali
| |||
Inggih punika | Lontar | ||
---|---|---|---|
Soroh |
| ||
Genah | Balai Bahasa Bali, Penatih, Dénpasar Timur, Kota Dénpasar, Bali, Indonésia | ||
Nganggén basa |
| ||
Klasifikasi Gedong Kirtya |
| ||
| |||
Deskripsi
[uah]Lontar Catur yuga puniki wantah silih tunggil koleksi Balai Bahasa Provinsi Bali sane kapupulang sareng program WikiLontar 2021 sane sampun puput. WikiLontar inggih punika program katalogisasi digital lontar sane kakaryanin Komunitas Wikimedia Denpasar ring sasih Januari - April 2021. Ring Balai Bahasa puniki wenten 142 cakep lontar saking makudang-kudang soroh.
Bahasa Indonesia
[uah]Mengisahkan raja Sri Maharaja Banoraja di negeri Purbhasasana, isterinya bernama Dewi Tirtawati, mempunyai seorang puteri bernama Dewi Ratnarum. Maharaja Banoraja sedih karena putrinya hendak dipinang oleh Maharaja Rakatabyuha dari negeri Sunyantara, seorang raja yang jahat, penuh dengan bisa (wisya) pada tubuhnya. Jika pinangan ditolak maka Maharaja Rakatabyuha bersama-sama dengan rakyatnya yang banyak itu akan mengakibatkan kehancuran (kalisanghara) bagi raja dan kerajaan Purbhasasana. Oleh karena itu, Maharaja Banoraja memanggil para pendeta istana (Bujangga, Dwijeswara, Sewasogata, Resi) dan para pejabat istana (juru, para tanda, pangalasan) untuk memohon pertimbangan. Dang Acarya (pemimpin pendeta), Sri Aji, menyarankan untuk menolak pinangan itu seraya menyampaikan alasannya sebagaimana terungkap melalui pengibaratan “Iwir skar tumuwuh ring smasana, ndan malilang kapawitraning skar, mantya rumnya” “bagaikan pohon bunga yang tumbuh dan mekar di kuburan, akan hilang keindahan, kesejukan, dan keharuman bunga itu”. Sri Aji, lalu menjelaskan kepada Maharaja Banoraja tentang Caturyuga yakni ciri, karakteristik, dan keadaan kehidupan manusia pada masa Krettayuga, Tirtayuga, Dwaparayuga, dan Kaliyuga.
Kretayuga, pada masa tersebut orang hidup tenteram, rukun dengan sesama, tiada penyakit merajalela. Orang-orang melakukan yoga, tapa, dan semadi dengan tujuan agar anak dan keturunannya kelak mendapat keselamatan dan sejahtera. Tirtayuga, keadaan alam pada masa itu sangat subur, mata air banyak, orang-orang hidup makmur. Dwaparagayuga, pada masa ini orang-orang lebih mementingkan untuk mengejar ilmu, sangat menghargai waktu, saling asih mengasihi, melaksanakan brata, weda, dan yadnya, dana punia, bertingkah laku luhur, setia pada kata-kata, bertatakrma terhadap keluarga, warga pemimpin, tahu akan asal-usul dan hakekat menjadi manusia. Kaliyuga, pada masa ini bumi dalam keadaan gonjang ganjing, kehidupan kacau balau tidak menentu, mata air banyak yang hilang, banyak terjadi pemerkosaan, perampokan, saling bunuh dengan sesama, saling serang, yang baik mati sedangkan yang buruk hidup, orang yang tekun dan bersungguh-sungguh sulit mendapatkan kebenaran tertinggi, kehidupan manusia maupun alam resah-gelisah termasuk pendeta, pemimpin, pejabat, tidak ada orang yang pantas digugu dan ditiru, manusia diliputi angkara, loba, murka, dan lain-lain, karena itu banyak muncul kesengsaraan yang melanda hidup manusia. Setelah masa itu akan muncul lagi masa Kretayuga.
Selanjutnya isi naskah mngisahkan ihwal perang antara Maharaja Rakatabyuha bersama-sama dengan pejabat istana dan para rakyar melawan Maharaja Banoraja.
Naskah ini juga memuat tentang Puja Kanistan, Puja Kadyatmikan, Asta Kawiku (Wiku Pance, Wiku Candana, Wiku Pangkon, Wiku Ambeng, Wiku Palangpasir, Wiku Sabangwukir, Wikussara, Wiku Grahita), Catur Sanghara, dan lain-lain.
Naskah
[uah][ 1 ][depan]
1,
||0||ᵒom̐ᵒawighnāmastunamaśidhaṃ||0||nihan·tgĕsiŋsaŋhyaŋcātūŕyūghā,ndaḥmubyasaŋpākadhaton·riŋpūŕbhāśaśaṇā,ṅa,sirasaṅabhiṣekamaharajabanorajā,wiŕyyahaśira,makṣṭridewiti
tthāwatthi,tiśahāliṣtuhayu,mahanakṣĕtriśawiji,makapanlaḥdewiratnarum·,śurupaguṇa,yekasiranmaṅĕnĕṅĕn·,dhuratmakamañĕŋ,demaharajābanorajā,pansirakinaṣaŕṇnadhesaŋṅakada
ton·riŋśunyantarā,ṅa,sirathaᵒabhiśekaśrīmaharajārakattabyuha,had:hyantawiŕyyabalasira,ṅkanlumamarāndatankinaŕṣanān·,dheniramaharajāriŋpūŕbhāśaśaṇna,mapadonsamaṅkanā,śamr̥ĕttha
wiṣyadoparāparawakabhukti,bwatṅaliśa
[belakang]